Kamis, 02 Februari 2012

Ahlak Terhadap Non Muslim


            Menurut ajaran Islam, pergaulan dan hubungan umat Islam dengan non muslim haruslah dibangun atas dasar ahlaqul karimah.  Secara umum, dalam hubungan dengan umat Islam, orang kafir terbagi dua macam ; kafir muharib, yaitu orang kafir yang memerangi umat Islam dan kafir ghairu muharib yaitu orang kafir yang tidak memerangi umat Islam.
            Beberapa prinsip pergaulan yang harus dijaga umat Islam dengan kafir ghairu muharib adalah :
    1. Menahan diri melakukan kedzaliman, penghinaan dan tindakan yang melampaui batas (melanggar HAM).
    2. mempraktekkan prinsip-prinsip ahlak Islam, diantaranya : kejujuran, amanat, kesadaran, keadilan, dan kasih sayang sesuai dengan tuntunan syariat serta berbagai ahlak terpuji lainnya.
    3. dibenarkan berbuat baik dan melakukan berbagai amal kemanusiaan lainnya.
            Tetapi hal yang perlu diingat oleh umat Islam adalah pergaulan dan hubungan yang baik dengan orang kafir itu hendaknya tidak membuatnya setia, cinta dan mengutamakan mereka atas umat Islam, atau mengakibatkannya berbasa-basi dan tidak tegas dalam masalah kekufuran, atau membuatnya berlebihan dalam memuji mereka, memuji peribadatan ritual mereka atau menyampaikan ucapan selamat pada hari-hari besar agama mereka atau yang sejenisnya yang merupakan syari’at agama mereka.
            Adapun prinsip-prinsip hubungan dengan kafir muharib diantaranya :
1.    Dilarang mendahului memerangi mereka sebelum disampaikannya dakwah.
2.    Dilarang menipu dan menyiksa dalam peperangan.
3.    Dilarang membunuh orang yang semestinya dibiarkan, yaitu orang-orang yang tidak ikut berperang, seperti : anak-anak, wanita, pendeta, dan para ahli ibadah yang berada di biara mereka juga orang tua yang tak mampu lagi berperang.
4.    Dilarang merusak tanaman, membinasakan buah-buahan, membakar rumah –tanpa diperlukan-, meracuni air dan sejenisnya.

Ahlak Kepada Orang Tua


            “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah :’Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(QS. Al Isra :23-24).
            Dari ayat diatas terlihat jelas bagaimana penting dan besarnya arti diri orang tua di sisi Allah Subhanahu Wa Ta ala.  Jika beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta ala wajib maka berbakti kepada kedua orang tua juga wajib.  Sebaliknya, kalau ingkar kepada-Nya adalah dosa besar, begitu pula durhaka kepada orang tua.  Dan berbuat baik kepada orang tua bukan hanya semasa hidupnya akan tetapi sampai matipun si anak tetap wajib berbakti kepada mereka.
            Sekiranya suatu saat usia mereka sudah diambang senja, janganlah kita menghardik, mencaci, memukul, serta perbuatan-perbuatan keji lainnya, mengucapkan kata “ah” saja terlarang sebagaiman dalam ayat diatas apalagi perbuatan-perbuatan yang lebih daripada itu.  Dan yang patut dilakukan adalah berbicara kepada mereka dengan lemah lembut, sikap rendah diri, suara tidak melebihi suara mereka, dam itu semua adalah ahlak utama seorang anak.
            “Bahwa seorang laki-laki yang berasal dari Yaman hijrah ke Rasulullas Salallahu Alaihi Wa Salam.  Ia berkata : ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sekarang sudah hijrah!’  Beliau bertanya  ‘Sudahkah mereka memberimu izin ?’ jawabnya : ‘Belum’ sabda Beliau, ‘Pulanglah dan minta ijinlah kamu kepada mereka.  Kalau sekiranya mereka memberimu izin, silahkan berjuang.  Tetapi kalau tidak, berbuat baiklah kamu kepada mereka.”(HR Abu Dawud).
            Disini agama Islam meletakkan keagungan orang tua dihadapan anak-anaknya dalam rangka berbakti dan berjuang di jalan Allah.  Bukan semata-mata jihad kemudian orang tua ditinggalkan begitu saja tanpa dimintai izin sama sekali.  Bahakan berangkat ke medan peperangan dinomorduakan jika memang belum memenuhi kebaktiannya kepada orang tua.
            “Rugilah, rugi sekali, rugi sekali, seseorang yang mendapati salah seorang dari kedua orang tuanya atau kedua-duanya sewaktu mereka sudah diambang senja, dan tidak memasukkan ia kedalam surga “(HR Muslim).
            Sungguh sayang bahwa orang tua masih ada, apalagi sudah tua yang seharusnya dapat memasukkan dia kedalam surga, tetapi ternyata tidak dapat memasukkan dia ke dalam surga dikarenakan durhaka kepada mereka dan tidak berbakti kepada mereka.  Betapa banyak manusia-manusia yang sampai begitu tega tidak menghormati orang tuanya bahkan memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kasar dan menganggap mereka bagaikan pembantu rumah tangga yang siap melayani tuannya.  Sungguh ironis sekali orang tua yang telah mendidik dan mengasuh anaknya dengan sekuat tenaga, ternyata sesudah besar begitu saja balas budinya.
            Memperlakukan orang tua dengan baik termasuk amalan besar dan yang paling dicintai oleh Allah.  Dari Abdullah bin Mas’ud :
“Aku pernah bertanya kepada nabi Salallahu Alaihi Wa Salam: ‘Amal yang manakah yang paling dicintai oleh Allah ?’  Jawab beliau :’Shalat pada waktunya’.  Aku bertanya lagi:’Kemudian amal apa ?’  Jawab beliau :’’Berbuat baik pada orang tua’.  Aku bertanya kagi:’Sesudah itu amal apa?’  Jawab beliau :’Jihad di jalan Alla”(HR Bukhari Muslim).
            Dalam hal berbuat kebaikan kepada orang tua, memang sepantasnya ibu lebih banyak dicurahkan.  Ini mengingat kerja payahnya semenjak ia mengandung sampai melahirkan ditambah lagi memenuhi semua keperluannya tidak pernah merasa bosan dan lelah.  Dari Abu Hurairah :
“Telah datang seorang laki-laki menghadap Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam lalu bertanya :’Wahai Rasulullah siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan cara bagus ?’ Jawab beliau :’Ibumu!’.  Kemudian ia bertanya lagi ‘Sesudah itu siapa?’ Jawab beliau :’Ibumu!’.  ia bertanya lagi:’Sesudah itu siapa ?’  Jawab beliau :’Ibumu!’.  Ia bertanya lagi :’Sesudah itu siapa?’  Jawab beliau :’Bapakmu!”(HR Bukhari Muslim
            Dan termasuk dosa besar bila seorang anak berbuat durhaka kepada orang tuanya.  Rasulullah Salallahu Alaihi Wa Salam bersabda :
“Termasuk dosa besar ialah seorang yang mencaci maki orang tuanya.  Seseorang lalu bertanya:’Mungkinkah ada seseorang mencaci maki orang tuanya?’ Jawab beliau :’Ada!  Dia mencaci maki bapak seseorang lalu orang itu membalas memaki bapaknya.  Dia mencaci maki ibu seseorang lalu orang itu membalas memaki ibunya”(HR Bukhari Muslim).
            Namun bagaiman bila orang tua kita bermaksiat dan musyrik kepada Allah, apakah kita tetap harus berbuat baik terhadap mereka ?  Islam memang menganjurkan untuk berbuat baik kepada orang tua secara umum, tetapi perlu diingat jika orang tua memaksakan kehendaknya untuk bermaksiat kepada Allah, maka hendaknya ditolak dengan lemah lembut dan penuh kesopanan.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kamu kembali, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS Luqman : 15).
“Mendengar dan mentaati itu wajib bagi seorang muslim, menyangkut apa yang ia cintai maupun apa yang ia benci, selagi tidak disuruh untuk urusan maksiat.  Kalau diperintah untuk maksiat maka tidak boleh mendengar dan tidak ada ketaatan”(HR Bukhari Muslim).

Adab-adab Hati


1.a.   Jujur

Jujur
Seorang Muslim harus jujur, tidak suka berdusta. Berani mengatakan yang benar, meskipun mengandung resiko bagi dirinya, tanpa takut celaan orang. Dusta merupakan salah satu sifat buruk dan tercela serta merupakan pintu gerbang menuju godaan-godaan syetan. Menjaga diri dari dosa dusta, akan menciptakan imunitas dalam jiwa yang melindungi dari bisikan dan godaan syetan, sehingga ia tetap di dalam kebersihan, kesucian dan ketinggiannya.
“Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan (ta’at) dan kebaikan itu membawa ke sorga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata benar hingga tercatat di sisi Allah siddiq. Dan dusta membawa kepada dosa sedang dosa membawa ke neraka. Dan seseorang suka berdusta hingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Bukhari, Muslim)
Manusia yang selalu melatih diri untuk kebaikan, akhirnya kebaikan itu menjadi tabi’at kebiasaannya. Dan apabila telah menjadi demikian, maka mudahlah ia melakukannya.
“Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan dan kerjakan apa yang tidak kau ragu-ragukan. Sesungguhnya kebenaran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keragu-raguan.” (HR. Tirmidzi.)
Perintah kepada orang-orang beriman agar berteman dengan orang-orang yang jujur :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At Taubah 9:119)
Tidak Dusta
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dan sesungguhnya orang-orang munafik akan dilemparkan ke dalam kerak api neraka.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu ditempatkan pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa 4:145)
Bersabda Rasulullah saw.: Siapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah telah mewajibkan baginya neraka, dan mengharamkan dari sorga. Seorang bertanya: Walaupun barang sedikit ya Rasulullah? Jawab Nabi: Walau sekecil batang kayu arok (sikat untuk gosok gigi)
Mengambil hak orang lain itu sudah berdosa, maka kalau pengambilan itu disertai dengan sumpah palsu, yang berarti orang itu merasa seolah-olah barang yang diambil itu telah menjadi halal baginya, karena telah menang perkara dengan sumpah palsunya, maka Allah akan menetapkan baginya neraka dan mengharamkannya dari sorga.

1.b.   Adil

Adil
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu (untuk) menyam-paikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguh-nya Allah Memberi Pengajaran yang sebaik-baiknya kepada-mu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An Nisa’ 4:58)
“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berbuat yang tidak adi. Beraku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah itu Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Maidah 5:8)
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak Memikulkan Beban kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu), dan penuhilah Janji Allah. Yang demikian itu Diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.” (QS. Al An’am 6:152)
Adil yang dikenal oleh individu muslim dan masyarakat Islam adalah keadilan hakiki yang penuh ketulusan, tidak berat sebelah meskipun terhadap musuh yang sangat dibenci. Harus ditegakkan keadilan yang tidak pandang bulu, sekalipun menghadapi sanak saudara/keluarga atau orang-orang yang disegani.


Rasulullah SAW telah memberikan contoh dalam hal bertindah adil :
Ketika datang Usamah bin Zaid mengusulkan agar diberikan keringanan hukuman bagi seorang perempuan dari Bani Mahzum yang mencuri, padahal Rasulullah SAW bermaksud untuk memotong tangannya. Rasulullah bersabda kepada Usamah: “Apakah Anda bermaksud hendak meringankan (membebaskan) hukuman terhadap seorang yang telah menjadi ketentuan Allah, Hai Usamah? Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti akan kupotong tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam sejarah Islam pernah terjadi kasus hilangnya baju besi Ali bin Abi Thalib r.a. yang ketika itu menjabat sebagai khalifah. Seorang Yahudi dicurigai sebagai pencurinya. Ali bin Abi Thalib dan Yahudi itu dihadapkan ke muka pengadilan. Di depan pengadilan yang dipimpin oelh Syuraih, khalifah Ali tidak dapat memberikan kesaksian atau bukti yang jelas tentang keterlibatan si pencuri, walau sebenarnya barang bukti curian (baju besi) itu dilihat dari ciri-cirinya jelas milik khalifah. Tetapi karena bukti tidak kuat, maka hakim tidak dapat menghukum si Yahudi, malah dalam pengadilan itu khalifah kalah dan si tertuduh bebas. Melihat betapa adilnya hukum Islam si Yahudi yang memang telah mencuri baju besi itu tergetar hatinya. Akhirnya dia mengakui bahwa dialah pencurinya, baju besi itu dikembalikannya kepada Ali, dia sendiri masuk Islam.
Karena itulah, seorang muslim dituntut untuk selalu berbuat adil baik dalam ucapan maupun dalam tindakan. Sikap adil merupakan akar yang kuat di dalam masyarakat dan melambangkan kesucian akidah.

Jangan Zhalim
“Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari Kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya.” (Al Mu’min 40:18)
Rasulullah saw. bersabda: Awaslah kamu daripada aniaya (zhalim), karena zhalim itu merupakan kegelapan di hari qiamat, dan awaslah dari kikir karena kikir itulah yang telah membinasakan ummat-ummat yang sebelum kamu. Mendorong mereka hingga menumpahkan darah dan menghalalkan semua yang haram.” (HR. Muslim)
Firman Allah dalam hadits Qudsi :
“Hai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharam-kan kezaliman (berbuat zalim) pada diri-Ku, dan Aku jadikan sebagai perbuatan haram bagi kaiam, maka itu janganlah kalian berbuat zalim.” (HR. Muslim)
Allah sendiri telah mengharamkan perbuatan zalim atas diri-Nya, padahal Dia Al Khalik, Zat yang paling berhak Menyombongkan diri-Nya. Apakah pantas bagi seorang muslim yang selalu berpegang teguh pada tali diennya (Islam) itu hendak berbuat zalim ?
Rasulullah saw. bersabda: Sungguh pasti semua hak akan dikembalikan pada yang berhak pada hari qiamat, hingga kambing yang tidak bertanduk diberi hak (kesempatan) membalas pada kambing yang bertanduk.” (HR. Muslim)
Yaitu yang dahulu di dunia pernah ditanduk dan belum dapat membalas-nya, maka pembalasan menurut keadilan telah dituntut dari binatang yang tidak berakal dan bagi yang berakal tentu lebih pasti.
Bersabda Nabi saw.: Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera minta halal (ma’af)nya sekarang juga sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar atau dirham, jika ia mempunyai amal salih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya. (HR. Bukhari, Muslim)
Penganiayaan (perbuatan zhalim) dapat berupa: caci maki, tipuan, ghibah, copetan dan segala gangguan dalam badan atau kekayaan atau kehormatan dsb.
“Seorang muslim itu saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya, tidak mengecewakannya. Dan barangsiapa yang memperhatikan keperluan saudaranya, pasti Allah akan memperhatikan keperluannya. Dan barangsiapa yang melepaskan kesulitan seorang muslim, pasti Allah akan melepaskan kesulitan orang itu dari berbagai kesulitan di hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib dan rahasia) seorang muslim, pasti Allah akan menutupi rahasia (aib) orang itu di hari kiamat” (HR. Bukhari)

1.c.  Komit

Komit
“… dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al Isra’ 17:34)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai Saksi-mu (terhadap sumpah-sumpah itu). Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. An Nahl 16:91)
“Hai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengata-kan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sungguh besar murka Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaaf 61:3-4)
Balasan terhadap yang melanggar janji :
“Bahwasannya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, maka barang siapa yang melanggar janjinya, niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri; dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah, maka Allah akan Memberinya Pahala yang besar.” (QS. Al-Fath 48:10)
Jauhi Nifaq
Berkata Rasulullah saw. bersabda: Empat sifat, siapa yang lengkap ada pada dirinya maka ia munafiq betul-betul. Dan siapa yang mempunyai salah satu daripadanya; maka berarti mempunyai salah satu sifat munafiq hingga ditinggal-kannya. Jika dipercaya khianat. Bila bicara dusta. Jika berjanji ia menyalahi dan bila berdebat (bertengkar) melam-paui batas. (HR. Bukhari, Muslim)
Dalam riwayat Muslim disebutkan : sekalipun orang itu berpuasa, shalat dan mengaku bahwa dirinya seorang muslim!

1.d.  Amanat

Amanat
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan (mengembalikan) amanat kepada yang berhak (ahlinya).” (QS. An-Nisa’ 4:58)
Jangan Khianat
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang diperca-yakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal 8:27)
“… Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS. Al-Anfal 8:58)
“Tanda orang munafiq itu tiga. Jika berkata-kata dusta, dan jika berjanji menyalahi dan jika dipercaya khianat.” (HR. Bukhari, Muslim)

1.e.   Tawadhu’

Tawadhu’
Terutama dikalangan saudara-saudaranya sesama Muslim. Jangan hen-daknya ia membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin. Rasu-lullah saw. sendiri pernah berlindung kepada Allah dari sifat sombong.
“Hai sekalian orang yang beriman, siapa yang murtad dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan kaum yang kasih kepada Allah, dan dikasihi oleh Allah, merendah diri kepada sesama kaum mu’min; keras hati terhadap orang kafir.” (Al-Maidah:54)
“Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami Berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu) dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl 16:88)
“Negeri akhirat itu, Kami Jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Qashash 28:83)
Bersabda Rasulullah saw. :Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepada saya: Bertawadhu’ (merendah dirilah) hingga seseorang tidak menyombongkan diri terhadap lainnya dan seseorang tidak menganiaya terhadap lainnya.” (HR. Muslim)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
Anas r.a. berkata: Biasa unta Nabi saw. yang bernama Al’adhba tidak pernah dapat dikejar, tiba-tiba pada suatu hari ada seorang badwi berkendaraan unta yang masih muda dan dapat mengejar unta Al’adhba itu, hingga kaum muslimin merasa jengkel, lalu Rasulullah saw. bersabda: Layak sekali bagi Allah, tiada sesuatu di dunia ini yang akan menyombongkan diri melainkan direndahkan oleh-Nya. (HR. Bukhari)
Jangan Sombong
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (HR. Luqman 31:18)
Bersabda Nabi saw.: Tiada masuk ke sorga, siapa yang di dalam hatinya ada seberat dzarrah (atom yang kecil) dari sombong. Maka seorang berkata: Adakalanya seorang itu suka berpakaian bagus. Sabda Nabi saw.: Sesungguhnya Allah indah dan suka keindahan. Sombong itu ialah menolah hak kebenaran dan merendahkan orang. (HR. Muslim)
Haritsah bin Wahab r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Sukakah saya beritahukan kepadamu orang-orang ahli neraka? Ialah tiap-tiap orang yang kejam, rakus dan sombong. (HR. Bukhari, Muslim)
“Ketika seorang berjalan dengan pakaian yang indah, bersisir rambut dengan sombong dan congkak jalannya. Tiba-tiba Allah membinasakannya, hingga ia timbul tenggelam di tanah sampai hari qiamat (ialah Qorun di zaman Musa a.s.) (HR. Bukhari, Muslim)





Kisah Qarun dan kekayaannya yang harus menjadi pelajaran bagi manusia:
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah Menganuge-rahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kunci-nya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang terlalu membangga-kan diri.” Dan carilah pada apa yang telah Dianugerahkan Allah kepa-damu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat Baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak Menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Qarun berkata, “Sesungguh-nya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasannya Allah sungguh telah Membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpul-kan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia, “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguh-nya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.” Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu, Pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh Pahala itu, kecuali oleh orang-orang yang sabar.” Maka Kami Benamkan Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak aa baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap Azab Allah, dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).” (QS. Al Qashash 28: 76-81)
Balasan bagi orang yang sombong :
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang pada malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata), “Keluarkanlah nyawamu.” Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap Ayat-ayat-Nya.” (QS. Al An’am 6:93)
“Dan apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. Al Baqarah 2:206)
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. DemikianlahKami Memberi Pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan.” (QS. Al-A’raf 7:40)
Tidak akan dibukakan pintu langit maksudnya doa dan amal mereka tidak diterima Allah.

1.f.   Pemaaf

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199)
“Dan bersegeralah kamu kepada Ampunan dari Tuhan-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah Menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali ‘Imran 3:133-134)
Bersabar dan memberi maaf lebih baik daripada mengambil pembalasan : (pahala bagi orang yang memberi maaf)
“Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada Sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakal, dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan-nya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari Rezeki yang Kami Berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri. Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak Menyukai orang-orang yang zalim. Dan sesungguhnya, orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zaalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesung-guhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.” (QS. Asy Syura 42:36-43)
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kamu kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada Jalan Allah dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah Mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nur 24:22)
“Tiada berkurang harta karena sedekah dan Allah tiada menambah pada seorang yang mema’afkan melainkan kemuliaan. Dan tiada seorang yang bertawadhu’ (merendah diri) karena Allah, melainkan dimuliakan oleh Allah. (HR. Muslim)
“Bukan seorang yang kuat itu, yang kuat bergulat. Tetapi orang yang sungguh kuat, yaitu yang dapat menahan hawa nafsu ketika marah.” (HR. Bukhari, Muslim)
Keteladanan Nabi SAW. :
Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi saw.: Pernahkah terjadi padamu suatu hari yang lebih berat daripada penderitaanmu ketika perang Uhud? Jawab Nabi saw.: Saya telah menderita beberapa kejadian dari kaummu dan yang terberat yaitu hari Aqobah ketika saya berpropaganda kepada Ibnu Abd Yalail bin Abd Kulal, yang mana tidak seorangpun dari mereka yang menyambut ajaranku. Maka saya kembali dengan hati yang kesal, hingga seolah-olah saya berjalan dengan tidak sadar, hanya ketika telah sampai di Qarnitstsa’alib, di situ baru saya sadar dan mengangkat kepalaku ke langit, di mana saya melihat awan di atasku, tiba-tiba Malaikat Jibril memanggil saya sambil berkata: Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan kini telah mengutus Malaikat penjaga bukit untuk menurut segala perintahmu. Kemudian terdengar suara Malaikat penjaga bukit memberi salam sambil berkata: Ya Muhammad, Allah telah mendengar jawaban kaummu kepadamu, dan saya penjaga bukit dipe-rintah oleh Allah menurut segala kehendakmu. Maka perintahlah saya sesukamu. Kalau kau suka saya dapat merobohkan dua bukit yang terbesar di daerah kota Mekkah (bukit Al’akhsyabain). Jawab Nabi saw.: Tetapi saya masih mengharap semoga Allah mengeluarkan dari turunan mereka orang-orang yang beribadat kepada Allah dan tidak menye-kutukan pada-Nya sesuatu apapun. (HR. Bukhari, Muslim)

Maraji’
Al-Qur’an Al-Karim
Imam Nawawy, Tarjamah Riyadhus Shalihin
Anis Matta, Membentuk Karakter Muslim

Adab Makan Minum


TIK : 1. Adik mentor mengetahui adab makan sesuai dengan Sunnah Nabi
        2. Adik  mentor  termotivasi untuk  melaksanakan adab  makan  yang 
            baik dalam kehidupan sehari-hari

            Makan adalah suatu kegiatan keseharian yang tidak luput dari ajaran Islam.Islam yang kaamil ( sempurna ) juga mengajarkan kita tata cara makan. Sebagai suatu ajaran Islam, kita selaku umat Islam harus mengamalkannya sebagai rasa cinta kita kepada Allah, juga dengan mengikuti sunnah  Rasulullah SAW ( QS 3 : 31-32 ). Banyak sekali suri tauladan dan ajaran Rasulullah yang dapat kita aplikasikan.Salah satunya adalah teladan beliau dalam tata krama makan ( adaabuth-tha'aam ).
           
Hukum  minum  sambil  berdiri

Dari abu na'im dari mis'ar dari Abdul Malik bin Maisarah dari An-Nazzaal berkata : Ali ra pernah masuk pintu serambi ( mesjid Kufah ) kemudian dia minum sambil berdiri, lalu ia berkata :"sesungguhnya orang-orang tidak suka minum sambil berdiri, padahal saya pernah melihat Rasulullah SAW melakukan hal yang serupa dengan yang telah aku kerjakan " ( HR Bukhari )
           
            Diceritakan dari abu na'im dari sufyan dari Ashim Al-ahwal dari Asy-Sya'by dari Ibnu Abbas berkata : " Nabi Sallallahu 'Alaihi Wa Sallam pernah minum air zamzam sambil berdiri."

            Dari Anas bahwa Rasulullah SAW melarang minum sambil berdiri. ( HR Muslim )
            Dari abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah SAW melihat seorang lelaki yang sedang minum sambil berdiri kemudian beliau bersabda:"muntahkanlah!", lelaki tersebut berkata :"kenapa ?" Nabi pun menjawab:" apakah kamu akan senang jika kamu minum dengan seekor kucing?" sahabat tersebut menjawab :"tidak", Nabi bersabda: "sesungguhnya kamu minum bersama dengan mahluk yang lebih jelek dari kucing, yaitu syaitan." ( HR Muslim )

            Jumhuur ulama ( kebanyakan ulama ) menyatakan bahwa minum sambil berdiri itu dibolehkan dengan berdalih dengan hadist Ali r.a yang minum sambil berdiri. Akan tetapi, perlu diketahui juga bahwa ada sebagian ulama yang tidak memperbolehkan minum sambil berdiri dengan berdalih hadist dari anas dan abu hurairah diatas. Ulama sepakat bahwa meninggalkan minum sambil berdiri merupakan sesuatu yang lebih utama. Nah, mulai sekarang jangan lupa untuk minum sambil duduk dan ada juga ulama yang menyebutkan alasan ketidakbolehan minum sambil berdiri karena alasan medis.



Giliran Minum

Dari Isma'il dari Malik dari Ibnu Syihab dari anas bin malik r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW pernah diberi susu yang pernah dicampur dengan ari, disamping kanannya ada orang Arab a'raby dan di samping kirinya ada Abu Bakar. Nabi pun meminumnya,lalu memberikan ke orang a'raby seraya bersabda:"( gilirannya) dari kanan terus kekanan."
( H.R Bukhari )

           Hadist ini menerangkan kepada kita bahwa Rasulullah SAW lebih mendahulukan yang kanan daripada yang kiri dalam segala hal, termasuk dalam giliran minum.

Menyebut asma  Allah ketika Makan dan
Makan dengan Tangan Kanan

Dari Umar bin Abu Salamah berkata :" ketika saya masih kecil dan berada di rumah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, saya pernah makan dengan tangan kesana kemari mengambil makanan dari piring, lalu Rasulullah menegurku :" Wahai anak! Sebutlah asma Allah dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari apa yang terdekat darimu," cara makanku berubah sejak saat itu.( H.R Bukhari )

Sebutlah asma Allah. Sabda Rasulullah ini mengadung arti bahwa membaca Basmalah ketika hendak makan adalah merupakan amalan sunnah agar syaitan tidak ikut menemani prosesi makan. Membaca Bismillah merupakan sunnah kifayah, artinya : jika sudah ada orang yang membaca basmalah  maka sudah mencakup orang lain yang sedang makan bersama juga. Contoh sunnah kifayah lain ketika seseorang sedang bersama-sama, seperti :menjawab salam, atau mendoakan orang yang telah bersin. Jumhuur ulama ( kebanyakan ulama ) justru berpendapat bahwa membaca basmalah termasuk    amalan   sunnah    bagi semua orang   walaupun sedang  makan berjamaah
( bersama-sama).

Imam nawawi berpendapat bahwa bacaan basmalah yang paling pendek adalah bismillah, sedangkan bacaan basmalah yang afdhal ( lebih utama ) adalah bismillaahirrahmaanirraahiim.

Makanlah dengan tangan kanan. Hal ini termasuk sunnah Rasulullah. Diriwayatkan juga bahwa syaitan membiasakan makan dengan tangan kiri. Akankah kita seperti syaitan dalam hal makan ? Bahkan Imam Syafi'I, dalam kitab Al-Um dan Ar-Risalah, menyatakan bahwa membaca basmalah merupakan amalan yang wajib karena adanya ancaman  dari Rasulullah bagi orang yang makan dengan tangan kiri. Hal ini bisa dilihat dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Salamah bin Al-Akwa' tentang hadist yang senada dengan hadist di atas.

"Dari a'isyah r.a berkata " Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: " jika seseorang diantara kamu hendak makan, maka sebutlah asma Allah, jika lupa untuk menyebut asam Allah pada saat hendak makan, maka hendaklah mengucapkan " Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu."( HR. Abu Dawud dan Tirmidzi )

           Dari jabir r.a berkata : " saya pernah mendengar dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: " jika seseorang masuk ke rumahnya dengan menyebut asma Allah pada saat masuknya dan pada saat dia hendak makan, maka syaitan akan berkata ( kepada temannya): " tidak ada tempat bagi kalian dan tidak ada jamuan makan bagi kalian."Dan jika seseorang masuk kerumahnya tanpa menyebut asma Allah pada saat masuk, maka syaitan akan berkata :" kalian telah mendapatkan tempat." Dan jika seseorang tidak menyebut asma Allah ketika hendak makan, maka syaitan akan berkata:" kalian telah mendapat jamuan makan." (HR.Muslim)
            Dari Umayyah bin Makhsyiyyi ash-Shahaaby r.a berkata : Rasulullah pernah duduk disamping orang yang sedang makan dan tidak menyebut asma Allah sampai makanannya tinggal satu suapa lagi. Ketika dia hendak mengangkatnya ke mulutnya, dia mengucapkan : "Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu,"kemudian Nabi pun tersenyum seraya bersabda:" tadinya syaitan makan bersamanya. Kemudian ketika dia menyebut asma Allah syaitan langsung memuntahkan apa yang diperutnya." ( HR.Abu Dawud dan Nasai)
            Hadist di atas jelas menerangkan bahwa kita dianjurkan membaca basmalah ketika hendak makan. Akan tetapi, jika kita lupa tidak membaca basmalah maka bacaannya adalah " Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu."Seketika itu juga, syetan la'natullah'alaih ( semoga Allah melaknatinya) akan memuntahkan makanan yang dia  makan bersama orang yang tidak membaca basmalah.
            Sudah semestinyalah bagi kita umat Islam untuk selalu membaca basmalah ketika hendak melakukan segala amal pekerjaan yang baik, termasuk hendak makan. Akankah kita makan bersama syaitan yang jelas-jelas musuh kita sejak Nabi Adam hingga akhir zaman nanti? Nggak lah yau…
Menjilat Jemari
            Dari Ka'ab bin Malik r.a berkata : " saya melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam makan dengan tiga jari. Kemudian ketika selesai, beliau menjilatnya."(HR. Muslim)
            Dari jabir r.a, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan untuk menjilat jemari dan piring seraya bersabda:"sesungguhnya kalian tidak tahu keberkahan ada pada makanan yang mana." (HR.Muslim)
            Hadist diatas menerangkan bahwa makanan yang kita makan mengandung keberkahan dari Allah Subhaanahuu Wa Ta'aala, tetapi kita tidak tahu makanan mana yang mengandung keberkahan itu. Bisa jadi sebulir nasi yang tertinggal di piring itu justru satu-satunya yang mengandung berkah dari Allah. Bisa jadi kuah yang menempel dijemari kita justru malah yang mengandung berkah dari Allah. Wallahu a'lam.
            Sudah semestinya juga kita untuk meniru suri tauladan kita, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, untuk melakukan sesuai hadist diatas.Mafhum muwafaqah ( konklusi positif ) dari hadist diatas adalah bahwa kita juga tidak diperbolehkan menyisakan makanan walau sebulir. Bahkan, makanan yang terjatuh dari piring bila perlu dicuci dan dimakan kalau keadaannya masih layak untuk dimakan.

Makan  seperlunya
            Dari Abu Hurairah r.a, dia berkata :" Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda :" makanlah untuk dua orang itu sebenarnya cukup untuk tiga orang, makanan untuk tiga orang sebenarnya cukup untuk empat orang. (HR.Bukhari)
            Dari Nafi' berkata;"ibnu umar tidak akan mulai akan sampai dia memanggil seseorang miskin untuk diajak makan bersamanya.Pada suatu hari saya membawa seseorang laki-laki untuk  makan bersamanya, kemudian orang tersebut makan terlalu banyak. Umar pun berkata: wahai Nafi' jangan sekali-kali membawa orang seperti itu kepadaku, saya pernah mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda :" orang mukmin makan dengan satu usus sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus. (HR.Bukhari)
            Sifat seorang mukmin akan hilang dan berganti menjadi kafir jika dia makan terlalu banyak. Kenapa? Karena seorang mukmin itu tidak rakus dan tidak terlalu rakus dalam hal makanan, dan makanan dan minumannya selalu mendapat berkah, sehingga ia akan merasa kenyang dengan makan dan minum sedikit. Orang kafir? Ia sangat rakus dan tamak dalam hal makanan sampai Rasulullah pun membandingkannya dengan tujuh usus sebagai gambaran.
            Sifat diatas tidak bisa dipukul rata, karena ada juga orang yang mukmin yang makan banyak karena alasan tertentu seperti karena sakit perut dan yang lainnya. Sedangkan orang kafir akan makan sedikit hanya dengan alasan tertentu, mungkin karena alasan kesehatan dari seorang dokter atau alasan yang datang dari rahibnya. Jelas, bahwa alasan dan sifat orang mukmin dan kafir itu berbeda seratus delapan puluh derajat. Akankah kita seperti mereka?
            Perlu diketahui juga orang mukmin harus tahu bahwa maksud memakan makanan secara syara' adalah untuk menghalau rasa lapar dan untuk memperkuat amalan ibadah disertai rasa takut akan hisab terhadap apa yang dimakan.
            Dari hadist yang diriwayatkan dari Abu umamah:" barangsiapa yang banyak berpikir, maka dia akan menyedikitkan makannya dan barangsiapa yang sedikit berpikit, maka dia akan memperbanyak makannya dan akan keraslah hatinya."
            Dari Ibnu Abbas berkata ;" telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:" sesungguhnya orang yang kenyang di dunia akan menjadi yang lapar diakhirat kelak." (HR.Thabrani)
Bernafas  ketika  minum  serta  meniupnya
            Dari ibnu Abbas r.a, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:" melarang bernafas dalam wadah (minuman) atau meniupnya." (HR.Tirmidzi)
            Hadist ini secara jelas melarang bernafas ketika kita minum air, juga melarang meniupnya. Kenapa? Ada suatu penelitian yang menerangkan bahwa jika ada air panas yang menguap, maka uap air ( H2O) yang keluar akan bereaksi dengan udara pernafasan kita (CO2) sehingga akan menimbulkan Asam karbonat( HCO3¯ ) yang bersifat korosif terhadap paru-paru bila kita hidup.
Tidak Makan sambil Berbaring
          Dari Abu Juhaifah, telah bersabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam:" sesungguhnya saya tidak pernah makan sambil muttaki ( berbaring )." (HR.Bukhari)
            Muttaki dalam hadist diatas mempunyai dua pengertian, bisa berarti berbaring atau duduk yang lama untuk makan. Ulama ada yang beristimbath bahwa hadist ini menjelaskan pada kita bahwa makan sambil berbaring itu makruh hukumnya, karena hal ini merupakan sifat para pembesar terdahulu seperti raja-raja terdahulu loh…Ibrahim An-Nakha'i berkata bahwa para ulama melarang gaya makan sambil tidur karena ada kemungkinan menyebabkan perut menjadi besar.
Tidak Mencela Makanan
            Dari Abu hurairah r.a, berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah mencela makanan sekali pun , jika beliau menginginkannya beliau pun makan, jika beliau tidak suka beliau pun meninggalkannya." (HR.Bukhari )
            Dalam hadist diatas jelas bahwa Rasulullah tidak pernah mencela makanan, baik yang hasil buatan siapa pun. Beliau tidak pernah berkata:" ah,gak enak, asin .Belum mateng lagi." Atau ucapan-ucapan yang senada.
Maraji'
Al-qasthalaany, Irsyaad Asy-Syaari, Bairut, Libanon
Riyadhus Sholihin